Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Pertanyaan :
Sebagian
imam pada shalat Tarawih mengumpulkan empat raka’at atau lebih dengan satu
salam tanpa duduk setelah dua raka’at. Mereka menyatakan bahwa hal itu termasuk
dari sunnah. Apakah amalan ini memilik asal di dalam syariat kita yang suci?1
Jawaban :
Amalan ini
tidak disyariatkan, bahkan makruh atau haram menurut mayoritas ulama.
Berdasarkan ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
صَلاَةُ
اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى
“Shalat malam itu dua raka’at dua raka’at.” (Hadits ini) disepakati akan
keshahihannya (oleh Al Bukhari dan Muslim) dari hadits Ibnu ‘Umar radhiallahu
‘anhuma.
Juga
berdasarkan apa yang telah tetap dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau berkata
:
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ إِحْدَى عَشْرَةَ
رَكْعَةً يُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ اثْنَتَيْنِ وَيُوْتِرُ بِوَاحِدَةٍ
“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
shalat malam sebelas raka’at. Beliau salam setiap selesai dua raka’at, dan
shalat witir dengan satu raka’at.”
(Hadits ini) disepakati akan keshahihannya (oleh Al Bukhari dan Muslim),
dan hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak.
Adapun
hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang masyhur :
أن
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ أَرْبَعًا
فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ
عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
shalat malam empat raka’at, jangan engkau tanya tentang bagus dan panjangnya
shalat beliau itu. Kemudian beliau shalat empat raka’at, jangan engkau tanya
tentang bagus dan panjangnya shalat itu.”
Hadits
tersebut muttafaqun ‘alaih. Yang dimaksud oleh ‘Aisyah radhiallahu ‘anha adalah
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan salam setiap selesai dua
raka’at. Bukanlah maksud ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa beliau melakukan
shalat empat raka’at sekaligus dengan satu salam. Hal ini berdasarkan hadits
yang telah lalu dan juga apa yang telah tetap dari beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam, yaitu ucapan beliau :
صَلاَةُ
اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى
“Shalat malam itu dua raka’at dua raka’at.”
Sebagaimana telah berlalu.
Hadits-hadits, sebagiannya membenarkan
sebagian yang lain dan menafsirkan sebagian yang lain. Sehingga yang wajib bagi
seorang muslim adalah mengambil seluruh hadits-hadits dan menafsirkan hadits
yang mujmal dengan yang mubayyan. Dan Allah yang memberi taufiq.
Fatwa Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkhali
hafidhahullah
Pertanyaan :
Ini adalah
pertanyaan yang (dikirimkan ke) situs Miratsul Anbiya (www.miraath.net) ; Apakah
boleh shalat Tarawih dengan satu salam empat raka’at, maksudnya empat raka’at
lalu salam?
Jawaban :
Tidak, itu
tidak sah. Walaupun sesungguhnya itu telah dilakukan dua malam yang lalu di
masjid Nabawi, dan juga dilakukan kadang-kadang. Yang benar bahwa shalat empat
raka’at dengan satu salam adalah batil. Hal itu karena ‘Aisyah Ummul Mu’minin
radhiallahu ‘anha mengatakan :
مَا كَانَ النَّبِيُّ، عَلَيْهِ
الصَّلاةُ وَالسَّلامُ، يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلا غَيْرِهِ عَنْ إِحْدَى
عَشْرَةَ رَكْعَةً، فَيُصَلِّي أَرْبَعًا فَلا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاثًا
“Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah -di bulan Ramadhan dan tidak pula di
bulan yang lain- lebih dari sebelas raka’at. Beliau shalat empat raka’at,
jangan engkau tanya tentang bagus dan panjangnya shalat beliau itu. Kemudian
beliau shalat empat raka’at, jangan engkau tanya tentang bagus dan panjangnya
shalat itu. Kemudian beliau shalat tiga raka’at.”5
Ucapan beliau radhiallahu ‘anha : “Beliau
shalat empat raka’at, jangan engkau tanya tentang bagus dan panjangnya shalat
beliau itu. Kemudian beliau shalat empat raka’at, jangan engkau tanya tentang
bagus dan panjangnya shalat itu.” Yang dimaksud adalah penyifatan empat raka’at
ini dengan dua raka’at dua raka’at.
Terkadang ada yang bertanya : “Dari mana
engkau mendatangkan (kesimpulan) ini?” Kita katakan kepadanya : “Dari hadits
beliau sendiri. Karena hadits tadi muttafaqun ‘alaih, sementara hadits beliau
dalam riwayat Muslim datang dengan lafadz :
أربعًا يُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ
رَكْعَتَيْنِ
“Beliau shalat empat raka’at dengan
salam pada setiap dua raka’at.”6
Sehingga wajib membawa hadits yang bersifat
mutlak ini (hadits yang muttafaqun ‘alaih tadi-pent) kepada hadits
yang muqayyad (yang merupakan riwayat Muslim-pent). Wajib membawa
hadits yang bersifat umum ini kepada yang bersifat khusus.
Pada hadits riwayat Muslim disebutkan empat
raka’at, di mana beliau radhiallahu ‘anha mengatakan :
فَلا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ، يُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ
“Jangan engkau tanya tentang bagus dan
panjangnya shalat beliau itu. Beliau salam pada setiap dua raka’at.”7
Jika (disebutkan bahwa) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam salam pada
setiap dua raka’at, maka itu adalah tafsir untuk hadits yang bersifat mutlak
tadi, sehingga ketika itu harus ada salam pada setiap dua raka’at. Ketika
itulah hadits tadi mencocoki hadits :
صَلاَةُ
اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى
“Shalat malam itu dua raka’at dua
raka’at.”8
Maka pelaksanaan shalat empat raka’at tadi
kembali kepada tatacara ini : “Dan salam
pada setiap dua raka’at.” Dan ucapan “Dan
salam pada setiap dua raka’at,” ini kembali kepada ucapan beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam :
صَلاَةُ
اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى
“Shalat malam dan siang itu dua
raka’at dua raka’at.”9
Jadi harus salam pada setiap dua raka’at. Jika dia
berdiri (ke raka’at ketiga secara langsung tanpa tasyahud dan salam-pent)
maka dia wajib duduk kembali sebagaimana seandainya dia berdiri untuk
melaksanakan raka’at ketiga pada shalat Fajar (Shubuh-pent), dia
wajib duduk kembali dan bertasyahud, lalu sujud sahwi, kemudian salam.
Adapun hadits riwayat Abu Dawud –empat raka’at
dengan satu salam– maka hadits ini syadz, menyelisihi hadits-hadits yang
shahih. Jika demikian halnya, maka semoga Allah merahmati Al Imam Ahmad ketika
beliau berkata :
مَنْ قَامَ إِلَى ثَالِثَةٍ فِي صَلَاةِ
اللَّيْلِ فَهُوَ كَمَنْ قَامَ إِلَى ثَالِثَةٍ فِيْ صَلَاةِ الْفَجْرِ
“Barangsiapa yang berdiri ke raka’at
ketiga pada shalat malam (secara langsung-pent), maka dia seperti
orang yang berdiri untuk melaksanakan raka’at ketiga pada shalat Fajar.”
Apa maksudnya? Shalatnya batal jika dia
sengaja melakukannya. Jika dia lupa, hendaknya diperingatkan, lalu dia sujud
sahwi. Dia bertasyahud dan melakukan sujud sahwi. Seandainya dia telah berdiri
(untuk melakukan raka’at ketiga) maka dia wajib duduk kembali. Walaupun dia
telah mulai membaca Al Fatihah, dia wajib duduk kembali, kemudian bertasyahud
dan salam. Inilah yang benar dalam masalah ini.
Sumber : http://ar.miraath.net/fatwah/4063
Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
rahimahullah
Pertanyaan :
Apakah boleh
bagi kita untuk shalat Tarawih empat raka’at dengan satu salam? Dan apakah ini
mencocoki sunnah?
Jawaban :
Segala puji
bagi Allah Rabb semesta alam. Saya bershalawat dan menyampaikan salam kepada
nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan shahabat beliau, serta kepada orang
yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari pembalasan.
Tidak boleh bagi seseorang untuk melakukan
shalat Tarawih empat raka’at dengan satu salam, karena ini menyelisihi petunjuk
Nabi shallallahu ‘alaihi wa ’ala alihi wa sallam. Sungguh beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam telah bersabda ketika ditanya tentang shalat malam :
مَثْنَى
مَثْنَى
“Dua raka’at dua
raka’at.”10
Maksudnya bahwa peletakkan shalat tersebut
secara syariat adalah dua raka’at dua raka’at tanpa adanya tambahan. Oleh
karena hal ini, Al Imam Ahmad rahimahullah berkata :
إِذَا قَامَ
إِلَى ثَالِثَةٍ – يَعْنِي فِي التَّطَوُّعِ
فِي اللَّيْلِ -
كَأَنَّما قَامَ إِلَى ثَالِثَةٍ
فِيْ
الْفَجْرِ
“Jika dia berdiri ke raka’at ketiga –maksudnya pada shalat malam-
maka seakan-akan dia berdiri untuk melaksanakan raka’at ketiga pada shalat
Fajar.”
Maksudnya sebagaimana seandainya seseorang berdiri
untuk melaksanakan raka’at ketiga pada shalat Fajar batal shalatnya, demikian
pula jika seseorang berdiri untuk melaksanakan raka’at ketiga pada shalat
tahajjud (secara langsung-pent), maka sesungguhnya shalatnya batal
jika dia melakukannya dengan sengaja. Jika dia melakukannya karena lupa, maka
hendaknya dia duduk kembali ketika dia ingat, lalu salam dan sujud sahwi
sebanyak dua kali.
Sungguh sebagian orang menyangka bahwa hal ini
–yakni mengumpulkan empat raka’at dengan satu salam– adalah apa yang
ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha ketika beliau ditanya
bagaimana shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pada bulan Ramadhan,
maka beliau radhiallahu ‘anha berkata :
كَانَ
لَا
يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلا فِي غَيْرِهِ عَلَى
إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاثًا.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
menambah -di bulan Ramadhan dan tidak pula di bulan yang lain- lebih dari
sebelas raka’at. Beliau shalat empat raka’at, jangan engkau tanya tentang bagus
dan panjangnya shalat beliau itu. Kemudian beliau shalat empat raka’at, jangan
engkau tanya tentang bagus dan panjangnya shalat itu. Kemudian beliau shalat
tiga raka’at.”11
Sebagian orang menyangka bahwa ucapan beliau
radhiallahu ‘anha :
يُصَلِّي
أَرْبَعًا
“Beliau shalat empat raka’at…”
Yaitu dengan satu salam. Padahal perkaranya
tidaklah demikian, karena telah tetap dari beliau radhiallahu ‘anha sendiri
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat sebelas raka’at, dan salam pada
setiap dua raka’at. Berdasarkan hal ini, maka makna ucapan beliau radhiallahu
‘anha :
“Beliau (shallallahu ‘alaihi wa sallam) shalat
empat raka’at, kemudian beliau shalat empat raka’at …”
Maksudnya adalah beliau (shallallahu ‘alaihi
wa sallam) shalat empat raka’at dengan dua salam, kemudian istirahat sebentar,
kemudian shalat empat raka’at dengan dua salam, kemudian istirahat sebentar, kemudian
shalat tiga raka’at. Sehingga mujmal ucapan ‘Aisyah radhiallahu ‘anha ditafsirkan
oleh ucapan beliau yang bersifat mufashhal (rinci).
Tetapi shalat witir dikecualikan dari itu.
Jika seseorang shalat witir sebanyak tiga raka’at, boleh baginya untuk shalat
dua raka’at (lalu salam, kemudian shalat satu raka’at), dan boleh pula untuk
shalat secara langsung tiga raka’at dengan satu tasyahhud dan satu salam. Jika
dia shalat witir sebanyak lima raka’at, maka dia melakukannya secara sekaligus
dengan satu tasyahhud dan satu salam. Demikian pula jika dia shalat witir sebanyak
tujuh raka’at. Jika dia shalat witir sebanyak sembilan raka’at, maka dia
melakukan shalat delapan raka’at sekaligus, lalu duduk pada raka’at kedelapan,
bertasyhud tetapi tidak salam, kemudian melakukan raka’at yang kesembilan,
bertasyhud dan salam. Ini dikecualikan. Berdasarkan hal ini, seandainya dia
berdiri pada selain shalat yang dikecualikan (yaitu selain shalat witir-pent),
seandainya dia berdiri untuk melaksanakan raka’at ketiga kemudian teringat,
walaupun dia telah membaca Al Fatihah, maka sesungguhnya dia harus duduk
kembali, bertasyahhud dan salam, kemudian sujud sahwi setelah salam. Na’am.
Penanya :
Jazakumullahu khairan.
Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=d2xwhcyTJIA
------------------
Catatan kaki :
5.
Sda.
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيْمَا
بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ( وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ
الْعَتَمَةَ ) إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ
رَكْعَتَيْنِ
“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat pada waktu
antara selesai dari shalat Isya (yaitu shalat yang disebut oleh orang-orang
dengan ‘Atamah) sampai waktu fajar sebanyak sebelas raka’at dengan salam di
antara setiap dua raka’at.”
8.
Takhrijnya sama dengan
nomor 2.
9. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Bab Tafri’ Abwabit Tathawwu’ wa
Raka’atis Sunnah, Bab Fi Shalatin Nahar (no. 1297), dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud jilid 1 hal. 2 no. 1295.
10.
Takhrijnya sama dengan
nomor 2.
11.
Takhrijnya sama dengan
nomor 4.
Komentar
Posting Komentar