SEBELAS KARAKTER IBAADUR RAHMAAN

Gambar
SEBELAS KARAKTER IBAADUR RAHMAAN (QS. AL FURQON AYAT 63-77) =========== 🌷 *PENDAHULUAN* Allah menceritakan sosok hamba-hamba teladan kepada kita untuk kita tiru kebaikan mereka, agar kita mendapatkan pahala dan kedudukan yang sama dengan mereka. Allah berfirman : “Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka, dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.” Mereka itulah yang dikenal dengan IBAADUR RAHMAN (Hamba-Hambanya Allah Yang Maha Pengasih). Allah menyebutkan SEBELAS KARAKTER/ CIRI mereka dengan rinci di dalam Al-Qur’an (QS. Al-Furqan : 63-77). 1️⃣ CIRI PERTAMA: *Rendah hati dan menyikapi kebodohan orang dengan cara yang baik* وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَٰهِلُونَ قَالُوا۟ سَلَٰمًا Allah berfirman (yang artinya), “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha

Hukum-Hukum Shalat Jenazah

tata cara shalat jenazah

Kemudian disyariatkan setelah itu shalat terhadap jenazah muslim :
v  Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ شَهِدَ الجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ عَلَيْهَا ، فَلَهُ قِيْرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيْرَاطَانِ، قِيْلَ: وَمَا القِيْرَاطَانِ؟ قَالَ: مِثْلُ الجَبَلَيْنِ العَظِيْمَيْنِ
“Barangsiapa menghadiri jenazah hingga menyalatkannya maka dia mendapatkan pahala satu qirath. Barangsiapa menghadirinya hingga dimakamkan maka dia mendapatkan pahala dua qirath.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya : “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan dua qirath?” Beliau menjawab, “Seperti dua gunung besar.”[1]
Menyalati jenazah hukumnya fardhu kifayah, jika sebagian kaum muslimin telah melakukannya, maka telah gugur dosa dari yang lain. Shalat itu tersisa sebagai sunnah bagi yang lain. Tetapi jika seluruh kaum muslimin meninggalkannya, maka mereka berdosa.
v  Disyaratkan dalam shalat jenazah : niat, menghadap kiblat, menutup aurat, sucinya orang yang shalat dan orang yang dishalati, menjauhi najis, Islamnya orang yang shalat dan orang yang dishalati, kedatangan jenazah jika jenazah itu tadinya ada di daerah atau negara lain, dan mukallafnya orang yang shalat.
v  Adapun rukun-rukunnya, yaitu : berdiri di dalamnya, bertakbir empat kali, membaca Al Fatihah, shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, doa untuk jenazah, tertib, dan salam.
v  Adapun sunnah-sunnahnya, yaitu : mengangkat kedua tangan bersama setiap takbir, membaca ta’awwudz sebelum membaca Al Fatihah, mendoakan kebaikan untuk dirinya sendiri dan kaum muslimin, membaca dengan pelan, setelah takbir keempat dan sebelum salam berhenti sejenak, meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri pada dadanya, dan menoleh ke kanan ketika salam.
v  Shalat jenazah dilaksanakan dengan cara : imam atau orang yang shalat sendirian berdiri dekat dengan bagian dada jenazah laki-laki dan bagian perut jenazah perempuan. Para ma’mum berdiri di belakang imam. Disunnahkan menjadikan mereka tiga shaf. Kemudian hendaknya bertakbir untuk ihram (takbiratul ihram atau takbir di awal shalat), dan langsung membaca ta’awwudz setelah takbir –sehingga tidak membaca doa istiftah- lalu membaca basmalah dan Al Fatihah. Kemudian bertakbir dan membaca shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti shalawat pada tasyahud di dalam shalat. Kemudian bertakbir dan membaca doa kebaikan untuk jenazah dengan doa yang datang (riwayatnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), di antaranya :
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا, وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا, وَصَغِيرِنَا وَكَبِيرِنَا, وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا, إِنَّكَ تَعْلَمُ مُنْقَلَبَنَا وَمَثْوَانَا وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى الإِسْلاَمِ, وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى الإِيمَانِ, اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ, وَلاَ تُضِلَّنَا بَعْدَهُ
“Ya Allah, ampunilah orang yang masih hidup di antara kami dan orang yang sudah meninggal, orang yang sekarang ada (hadir) dan orang yang tidak hadir, anak kecil di antara kami dan yang sudah besar, serta laki-laki dan wanita kami. Sesungguhnya Engkau mengetahui tempat kembali kami dan tempat tinggal kami, dan Engkau Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. Ya Allah, siapa yang engkau hidupkan di antara kami maka hidupkanlah ia di atas Islam, dan siapa yang engkau wafatkan di antara kami maka wafat-kanlah dia di atas iman. Ya Allah, janganlah engkau haramkan bagi kami pahalanya dan jangan engkau sesatkan kami sepeninggalnya.”[2]
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ , وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ , وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ , وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ , وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ , وَنَقِّهِ مِنَ الذُّنُوبِ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ , وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ, وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ , وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ – أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ– وَافْسَحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ, وَنَوِّرْ لَهُ فِيْهِ.
“Ya Allah, ampuni dan rahmatilah dia. Lindungilah dia dari perkara yang tidak baik dan maafkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, lapangkanlah tempat masuknya. Basuhlah ia (dari bekas-bekas dosa) dengan air, salju dan es. Sucikanlah dia dari kesalahan-kesalahannya sebagaimana engkau mensucikan pakaian putih dari noda. Gantikanlah untuknya rumah yang lebih baik daripada rumahnya, dan pasangan yang lebih baik daripada pasangan hidupnya. Masukkanlah ia ke dalam surga, lindungilah dia dari siksa kubur - atau siksa neraka[3] – dan lapangkanlah untuknya di dalam kuburnya, dan terangilah dia di dalamnya.”[4]
Jika yang dishalati adalah wanita, maka hendaknya orang yang menyalatinya mengatakan di dalam doanya :
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا ...
Dengan menta’nitskan seluruh dhamir ( merubah kata ganti untuk laki-laki ke kata ganti untuk wanita) yang terdapat pada doa itu.
Jika yang dishalati adalah anak kecil, maka hendaknya orang yang menyalatinya mengatakan di dalam doanya :
اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطَاً وَذُخْراً لِوَالِدَيْهِ، وشَفِيعاً مُجَاباً، اللَّهُمَّ ثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا، وأعْظِمْ بهِ أُجُورَهُمَا، وألْحِقْهُ بِصَالِحِ الـمُؤْمِنينَ، واجْعَلْهُ فِي كَفَالَةِ إِبْرَاهِيمَ، وَقِهِ بِرَحْمَتِكَ عَذَابَ الجَحِيمِ
“Ya Allah jadikanlah anak ini (si jenazah) sebagai pendahulu bagi kedua orang tuanya, tabungan/simpanan dan pahala bagi keduanya, serta pemberi syafa’at yang dikabulkan. Ya Allah beratkanlah timbangan keduanya dengan kematian anak ini, besarkanlah pahala keduanya. Gabungkanlah dia dengan pendahulu yang shalih dari kalangan (anak-anak kecil) kaum mukminin, dan jadikanlah dia dalam tanggungan Nabi Ibrahim. Lepaskanlah dia dari adzab neraka Jahim dengan rahmat-Mu.”[5]
Kemudian bertakbir dan berhenti sejenak, setelah itu salam sebanyak satu kali ke kanan.
v  Barangsiapa yang tertinggal sebagian shalat jenazah, maka hendaknya dia masuk bersama imam pada bagian shalat yang tersisa. Kemudian jika imam telah salam, dia menunaikan apa yang tertinggal sesuai dengan tatacaranya (yang syar’i). Jika dia khawatir jenazahnya akan segera diangkat, maka dia melakukan takbir-takbir tadi secara berturut-turut (maksudnya tanpa adanya pemisah), kemudian salam.
v  Barangsiapa yang tertinggal shalat jenazah (yang telah dilakukan) sebelum dikubur, maka dia menyalatinya di kuburannya.
Barangsiapa yang tidak berada di daerah atau negeri yang di dalamnya terdapat jenazah itu, dan dia tahu tentang kematiannya, maka boleh baginya untuk menyalatinya dengan shalat ghaib, disertai dengan niat.
v  Jika kandungan seorang wanita mengalami keguguran dan meninggal, dan usianya telah mencapai empat bulan atau lebih, maka janin tersebut dishalati dengan shalat jenazah. Jika usianya di bawah empat bulan, maka janin tersebut tidak dishalati.


(Diterjemahkan dari kitab Al Mulakhas Al Fiqhi karya Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan -hafidhahullah- halaman 306-308)

 
*******




[1] Muttafaqun ‘alaih :  al-Bukhari no. 1325 (3/250) dan Muslim no. 2186 (4/16).
[2] Hadits Abu Hurairah, dikeluarkan oleh Abu Dawud no. 3201 (3/350) Al Jana’iz 60, At Tirmidzi no. 1025 (3/343) Al Jana’iz 38, dan Ibnu Majah no. 1498 (2/218) Al Jana’iz 23.
[3]Dikeluarkan oleh Muslim dari hadits ‘Auf bin Malik no. 2229 (4/34).
[4] Dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Ummu Salamah no. 2127 (3/461).
[5] Dikeluarkan secara ringkas dari ucapan Al Hasan oleh : Ibnu Abi Syaibah no. 29.829 (6/107) Ad Du’a 144, dan Abdur Razzaq no. 6588 (3/529) Al Jana’iz.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Tidur Tengkurap

Aku Harus Sabar dalam Menuntut Ilmu