Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Pertanyaan :
Kita mendapati banyak daging hewan sembelihan
impor dari selain negara-negara Islam. Apakah kita boleh memakannya dan tidak
perlu memikirkan cara penyembelihannya?
Jawaban :
Jika daging-daging tersebut berasal dari
negara-negara Ahlul Kitab –yaitu Yahudi dan Nashara– maka tidak mengapa, karena
Allah ta’ala membolehkan bagi kita makanan-makanan mereka. Dan yang dimaksud
dengan makanan-makanan mereka adalah sembelihan-sembelihan mereka. Jadi tidak
ada larangan bagi kita untuk memakan daging-daging tersebut jika kita tidak mengetahui adanya perkara
yang mencegah kita untuk memakannya.
Adapun jika kita mengetahui bahwa
daging-daging tersebut adalah daging hewan-hewan yang disembelih dengan cara
dicekik, kepalanya dipukul dengan alat pemukul, ditembak, atau disetrum, maka
kita tidak boleh memakannya. Telah sampai berita kepada saya dari banyak da’i
bahwa mayoritas tempat-tempat penyembelihan di Amerika dan Eropa melakukan
penyembelihan dengan cara yang tidak syar’i.
Jika seorang mu’min bersikap hati-hati dan
tidak mengkonsumsi daging-daging tersebut, maka hal itu lebih baik dan lebih
selamat, berdasarkan sabda Nabi ‘alaihish shalatu was salam :
دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ
“Tinggalkanlah apa-apa yang
meragukanmu kepada apa-apa yang tidak meragukanmu.” 1
Dan juga sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
:
فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ
“Maka barangsiapa yang menjaga diri
dari syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.” 2
Maka seorang mu’min hendaknya berhati-hati
dalam makanan dan minumannya. Jika dia bisa membeli hewan yang masih hidup
seperti ayam atau kambing, lalu menyembelihnya sendiri, maka hal itu lebih
utama dan lebih baik. Atau dia membeli daging dari tukang jagal yang dikenal
melakukan penyembelihan dengan metode yang syar’i, maka hal ini lebih baik dan
lebih hati-hati baginya.
Sumber : Majmu’ Fatawa Wa Maqalat Mutanawwi’ah
20/3
-----
Catatan kaki :
1. Dikeluarkan oleh At Tirmidzi, nomor 2442
(Kitab Shifatul Qiyamah war Raqa’iq wal Wara’), dan An Nasa’i, nomor 5615
(Kitabul Asyribah).
2. Dikeluarkan oleh Al Bukhari, nomor 50 (Kitabul
Iman) bab Fadhl Manistabra’a Li Dinih, dan dikeluarkan pula oleh Muslim, nomor
2996 (Kitabul Musaqah) bab Akhdzul Halal wa Tarkusy Syubuhat.
Komentar
Posting Komentar