SEBELAS KARAKTER IBAADUR RAHMAAN

Gambar
SEBELAS KARAKTER IBAADUR RAHMAAN (QS. AL FURQON AYAT 63-77) =========== 🌷 *PENDAHULUAN* Allah menceritakan sosok hamba-hamba teladan kepada kita untuk kita tiru kebaikan mereka, agar kita mendapatkan pahala dan kedudukan yang sama dengan mereka. Allah berfirman : “Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka, dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.” Mereka itulah yang dikenal dengan IBAADUR RAHMAN (Hamba-Hambanya Allah Yang Maha Pengasih). Allah menyebutkan SEBELAS KARAKTER/ CIRI mereka dengan rinci di dalam Al-Qur’an (QS. Al-Furqan : 63-77). 1️⃣ CIRI PERTAMA: *Rendah hati dan menyikapi kebodohan orang dengan cara yang baik* وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَٰهِلُونَ قَالُوا۟ سَلَٰمًا Allah berfirman (yang artinya), “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha

Hari-Hari yang Haram dan Makruh untuk Berpuasa



Oleh : Syaikh Shalih Al Fauzan hafidhahullah

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam atas keutamaan dan kebaikanNya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, serta seluruh shahabat beliau. Adapun sesudahnya :
Ketahuilah, sesungguhnya wajib bagi kita untuk mengetahui hari-hari yang diharamkan atau dimakruhkan untuk berpuasa sehingga tidak tertipu dengan orang yang berpuasa pada hari itu dari kalangan orang-orang bodoh atau ahlul bid'ah.

Makruh hukumnya menyendirikan bulan Rajab untuk berpuasa karena di dalamnya terdapat upaya menghidupkan syi'ar-syi'ar Jahiliyyah yang mereka agungkan. Dahulu Umar bin Al Khaththab radhiallahu 'anhu memukul telapak tangan orang-orang yang berpuasa secara khusus di bulan itu, sampai-sampai beliau meletakkan tangan mereka pada makanan dan mengatakan :

كلوا إنما هو شهر كانت تعظمه الجاهلية

"Makanlah! Bulan ini hanyalah bulan yang diagungkan oleh orang-orang Jahiliyyah."

Dahulu, Ibnu 'Umar radhiallahu 'anhuma jika ketika melihat orang-orang mempersiapkan sesuatu untuk bulan Rajab, beliau membencinya dan berkata,"Berpuasalah dan berbukalah (jangan berpuasa sebulan penuh di bulan Rajab)!"  Beliau juga mengatakan, "Makanlah! Bulan ini hanyalah bulan yang diagungkan oleh orang-orang Jahiliyyah."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

وكل حديث يروى في فضل صومه أو الصلاة فيه فكذب باتفاق أهل العلم بالحديث  

"Dan setiap hadits yang diriwatkan tentang keutamaan puasa atau shalat di bulan itu adalah dusta menurut kesepakatan ulama hadits."

Beliau juga mengatakan :

من صامه يعتقد أنه أفضل من غيره من الأشهر أثم وعزر

"Barangsiapa berpuasa pada bulan itu (Rajab) dengan meyakini bahwa bulan itu lebih utama dari bulan yang lain, maka dia berdosa dan harus dihukum ta'zir.(1)"

Beliau juga berkata :
"Dimakruhkannya mengkhususkan bulan Rajab, demikian pula hari Jum'at untuk berpuasa adalah dalam rangka menutup sarana dibuatnya syariat yang tidak diizinkan oleh Allah berupa pengkhususan waktu atau tempat (dengan ibadah) yang tidak dikhususkan oleh Allah, sebagaimana terjadi pada Ahlul Kitab. Rajab berasal dari kata At Tarjib yang berarti pengagungan, karena orang Arab di masa Jahiliyyah dahulu mengagungkannya dan tidak menghalalkan peperangan pada bulan itu. Disebut juga dengan Rajab Mudhar(2) karena mereka dahulu sangat mengagungkan bulan itu. Bulan Rajab termasuk salah satu bulan haram(3). " Selesai penukilan dari beliau.
Jika seseorang berpuasa di bulan Rajab bersama bulan yang lain maka tidak mengapa. Yang dilarang hanyalah mengkhususkan bulan itu untuk berpuasa.
Termasuk hari yang makruh untuk dikhususkan dengan berpuasa adalah hari Jum'at, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

لا تصوموا يوم الجمعة إلا وقبله يوم أو بعده يوم

"Janganlah kalian berpuasa pada hari Juma't, kecuali (jika kalian berpuasa pula) sehari sebelumnya atau setelahnya." (Muttafaqun 'alaih).

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan :

لَا تَخُصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنَ اللَّيَالِي ، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بالِصِيَامٍ مِنْ بَيْنَ الْأَيَّامِ ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ

 “Jangan kalian mengkhususkan shalat malam pada malam Jum’at dan jangan pula kalian mengkhususkan berpuasa pada hari Jum’at, kecuali puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang di antara kalian”.

Jika seseorang berpuasa di hari Jum'at diikuti dengan hari-hari lainnya, atau hari Jum'at itu bertepatan dengan hari 'Arafah atau 'Asyura sehingga dia berpuasa padanya, atau dia melakukan puasa qadha' di hari Jum'at, maka hal itu tidak mengapa karena dia tidak bermaksud untuk mengkhususkannya.
Para ulama berkata,"Hikmah dari larangan berpuasa di hari Jum'at adalah bahwa hari itu adalah hari untuk berdoa, dzikir, dan ibadah, sehingga disunnahkan untuk tidak berpuasa agar lebih membantu untuk melaksanakan ibadah itu, juga karena hari Jum'at adalah hari raya dalam seminggu.
Dimakruhkan pula menyendirikan hari Sabtu untuk berpuasa, berdasarkan hadits :

لا تصوموا يوم السبت إلا فيما افترض عليكم

" Jangan kalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali (puasa) yang diwajibkan atas kalian." (Riwayat Ahmad dan At Tirmidzi, dan dihasankan oleh beliau).

Ada yang mengatakan pula bahwa hikmah dilarangnya berpuasa pada hari Sabtu adalah karena orang Yahudi dahulu mengagungkan hari tersebut dan mengkhususkannya dengan menahan diri (dari hal-hal yang membatalkan puasa) dan tidak bekerja pada hari itu, sehingga berpuasa pada hari itu merupakan perbuatan menyerupai mereka. Adapun jika berpuasa di hari itu bersama dengan hari yang lain, atau melakukan puasa qadha atau nadzar di hari itu, maka tidaklah makruh.

Dimakruhkan pula berpuasa pada hari raya orang-orang musyrik seperti hari Nairuz, Mihrajan(4), dan setiap hari yang mereka khususkan dengan pengagungan, karena dalam perbuatan tersebut terdapat persetujuan terhadap mereka dan menyerupai mereka dalam mengagungkan hari-hari tersebut.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
"Tidak boleh bagi kaum muslimin untuk meniru-niru sesuatu yang merupakan kekhususan dalam hari raya mereka, entah itu makanan, pakaian, mandi, menyalakan api, mengistirahatkan berbagai macam kebiasaan seperti bekerja, ibadah, atau yang lainnya…" Sampai perkataan beliau,"Secara global, tidak boleh bagi kaum muslimin untuk mengkhususkan hari raya mereka dengan sesuatu dari syiar-syiar orang-orang kafir. Bahkan hendaknya hari raya orang-orang kafir itu di sisi kaum muslimin adalah seperti hari-hari biasa.
Dimakruhkan juga menyendirikan yaumusy syakk (hari yang masih diragukan) dengan puasa sunnah. Yaumusy syakk yaitu hari ke-30 di bulan Sya'ban jika hilal belum terlihat. Hal ini berdasarkan perkataan 'Ammar radhiallahu 'anhu : 

من صام اليوم الذي يشك فيه فقد عصى أبا القاسم صلى الله عليه وسلم

"Barangsiapa berpuasa pada hari yang masih diragukan, maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Rasulullah) shallallahu 'alaihi wa sallam." (Riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Bukhari secara ta'liq).
Maksud beliau bahwa barangsiapa berpuasa pada hari yang masih diragukan apakah masih termasuk bulan Sya'ban atau sudah masuk Ramadhan."
Syaikh Taqiyuddin (Ibnu Taimiyyah) rahimahullah berkata,"Dan pokok-pokok Syari'at lebih menunjukkan terhadap hal ini daripada selainnya. Sebab hari yang masih diragukan tentang wajibnya berpuasa padanya tidaklah wajib atau mustahab dilakukan puasa padanya. Bahkan disukai meninggalkan puasa pada hari itu sebagai bentuk kehati-hatian. Adapun jika bertepatan dengan kebiasaan puasa seseorang atau disambung dengan puasa hari sebelumnya maka tidaklah makruh. " (5)

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, serta seluruh shahabat beliau.

Sumber : http://www.alfawzan.af.org.sa/node/2503

---------

 Catatan kaki :

1.  Hukum ta'zir adalah hukuman yang ditetapkan oleh hakim atas pelaku suatu kemaksiatan yang tidak ada hukum had maupun kaffarah padanya dalam rangka mendidiknya.
2.  Mudhar adalah salah satu kabilah besar keturunan Nabi Isma'il 'alaihis salam yang merupakan salah satu cikal bakal kabilah- kabilah bangsa Arab.
3.   Bulan-bulan haram adalah 4 bulan yang di muliakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Allah berfirman :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus.” (At-Taubah: 36).
Pada bulan-bulan haram tidak boleh ada peperangan.
4.    Hari Nairuz adalah hari pertama dalam perhitungan tahun bangsa Arab dahulu yang diukurkan ketika matahari berada pada pada titik bintang haml/aries. Bulan Nairuz dalam perhitungan tahun matahari versi bangsa Arab sama dengan bulan Muharram dalam tahun Hijriah. Merayakan hari Nairuz artinya merayakan tahun baru. Sementara hari Mihrajan adalah hari pertengahan tahun, tepatnya ketika matahari berada pada titik bintang mizan/gemini di awal musim semi, pertengahan antara musim dingin dan panas. (Al-Mubarakfuri, ‘Aun al-Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, 3 : 88) Hari ini disebut juga Syamm an Nasim.
5.    Majmu' Fatawa (25/124). 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Harus Sabar dalam Menuntut Ilmu

Tabir Pembatas di Dalam Masjid