Keutamaan Puasa di Bulan
Muharram
Pertanyaan :
Apa puasa yang paling
utama setelah puasa bulan Ramadhan?
Jawaban :
Puasa yang paling utama
setelah puasa Ramadhan adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam :
«أفضل الصيام بعد شهر رمضان، شهر الله الذي تدعونه المحرم»
"Puasa yang paling utama
setelah puasa Ramadhan adalah (puasa pada) bulan yang kalian sebut sebagai
Muharram(1)."
Majmu' Fatawa Syaikh Shalih
Al Fauzan 2/437))
Hukum Puasa Muharram Satu
Bulan Penuh
Pertanyaan :
Apa hukum berpuasa pada
sepuluh hari terakhir bulan Dzulhijjah, serta berpuasa satu bulan penuh di bulan Muharram dan
Sya'ban? Berilah kami faidah, semoga Allah memberi keberkahan kepada Anda.
Jawaban :
Bismillah,
walhamdulillah. Berpuasa pada bulan Muharram adalah perkara yang disyari'atkan,
demikian pula berpuasa pada bulan Sya'ban. Adapun berpuasa pada sepuluh hari
terakhir bulan Dzulhijjah, maka tidak ada dalil yang menunjukkan
disyariatkannya amalan tersebut. Tetapi, sendainya dia berpuasa pada hari-hari
tersebut tanpa berkeyakinan bahwa amalan itu merupakan amalan khusus atau
memiliki kekhususan tertentu, maka tidak mengapa. Adapun bulan Muharram, maka
sungguh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :
«أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم»
"Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah (puasa
pada) bulan Allah, yaitu bulan Muharram(2)."
Jika seseorang berpuasa satu
bulan penuh di bulan tersebut,
maka itu adalah hal yang baik. Atau dia berpuasa pada tanggal sembilan, sepuluh,
dan sebelas, maka yang demikian itu sunnah.
Demikian pula bulan Sya'ban,
sungguh dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berpuasa satu
bulan penuh pada bulan itu. Kadang-kadang beliau hanya berpuasa beberapa hari
yang sedikit pada bulan itu, sebagaimana hal itu telah shahih dari hadits
'Aisyah dan Ummu Salamah radhiallahu 'anhuma.
(Majmu' Fatawa Ibn Baz 15/415)
Pertanyaan :
Apakah berpuasa satu
bulan penuh di bulan Muharram memiliki
keutamaan? Apakah saya berbuat bid'ah jika saya melakukan puasa tersebut?
Jawaban :
Sebagian ahli fiqh
mengatakan : "Disunnahkan berpuasa satu bulan penuh di bulan Muharram."
Mereka berdalilkan dengan sabda Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam :
«أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم»
"Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah (puasa
pada) bulan Allah, yaitu bulan Muharram(3)."
Tetapi tidaklah datang
riwayat dari beliau –sepanjang yang saya ketahui- bahwa beliau pernah berpuasa satu
bulan penuh di bulan tersebut. Bulan
yang beliau banyak berpuasa padanya setelah bulan Ramadhan adalah bulan
Sya'ban, sebagaimana datang dalam sebuah hadits shahih dari 'Aisyah radhiallahu
'anha.
Tetapi orang yang berpuasa satu
bulan penuh di bulan Muharram tidaklah
boleh dikatakan bahwa dia telah berbuat bid'ah, karena hadits tersebut bisa
memiliki kemungkinan ini. Maksud saya, berpuasa satu bulan penuh di bulan tersebut,
sebagaimana yang disebutkan oleh sebagian ahli fiqh.
(Majmu' Fatawa Syaikh
Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin 20/22).
Hukum Puasa 'Asyura'
Pertanyaan :
Apa hukum puasa Asyura,'
apakah sunnah mu'akkadah? Apakah orang yang meninggalkannya berdosa?
Jawaban :
Ya, sunnah
mu'akkadah, tetapi tidak
apa-apa meninggalkannya. Puasa tersebut mustahab. Barangsiapa yang berpuasa,
maka tidak mengapa. Barangsiapa yang meninggalkannya juga tidak mengapa. Yang mencocoki
sunnah adalah berpuasa satu hari sebelumnya atau satu hari setelahnya. Berpuasa
pada tanggal sembilan dan sepuluh atau sepuluh dan sebelas.
Dahulu puasa tersebut
sangat ditekankan. Tatkala puasa Ramadhan telah diwajibkan, puasa 'Asyura
tersebut menjadi mustahab, tidak ditekankan. Barangsiapa yang berpuasa pada
hari itu, maka dia akan mendapatkan pahala. Barangsiapa yang meninggalkannya,
maka tidak mengapa.
(Fatawa Nur 'Ala Ad
Darb Syaikh Bin Baz)
Berpuasa Sunnah Sebelum
Selesai Mengqadha' Puasa Ramadhan
Pertanyaan :
Apa hukum seorang wanita
yang masih memiliki hutang puasa Ramadhan, tetapi melakukan puasa di
hari-hari yang memiliki keutamaan seperti 'Arafah dan Asyura'?
Jawaban :
Yang sepantasnya
dilakukan oleh seseorang adalah memulai dengan ibadah yang wajib sebelum melaksanakan
ibadah yang sunnah.
Berkaitan dengan wanita
tersebut dan juga yang lainnya yang masih memiliki hutang puasa Ramadhan, yang disyariatkan
adalah hendaknya dia memulai dengan mengqadha' hutang puasa
tersebut, setelah itu barulah dia melaksanakan puasa sunnah. Seandainya wanita
tersebut berpuasa pada hari-hari yang disyari'atkan berpuasa padanya dengan
niat mengqadha' hutang puasanya, niscaya hal itu lebih baik. Dia mendapatkan
keutamaan puasa pada hari itu, sekaligus juga gugurlah kewajibannya dengan
mengqadha' hutang puasanya. Dan telah kami katakan bahwa sesungguhnya yang
disyari'atkan adalah hendaknya seseorang memulai dengan ibadah yang wajib
sebelum melaksanakan ibadah yang sunnah.
(Fatawa Nur 'Ala Ad
Darb Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)
Jika Puasa 'Asyura
Bertepatan dengan Hari Sabtu
Pertanyaan :
Jika puasa 'Asyura bertepatan
dengan hari Sabtu, bolehkah kita tetap berpuasa pada hari tersebut?
Jawaban :
Tidak mengapa berpuasa pada
hari Sabtu secara mutlak, baik itu puasa wajib maupun sunnah. Hadits yang di
dalamnya ada larangan berpuasa pada hari Sabtu adalah hadits yang dha'if dan
mudhtharib, menyelesihi hadits-hadits yang shahih. Jadi tidak mengapa seorang
muslim berpuasa pada hari Sabtu, baik itu puasa wajib maupun sunnah, walaupun
dia tidak berpuasa sehari sebelumnya atau sesudahnya. Hadits yang di dalamnya
ada larangan berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa wajib, adalah hadits yang
tidak shahih.
(Fatawa Nur 'Ala Ad
Darb Syaikh Bin Baz)
Hukum Berkurban di
Kuburan pada Hari 'Asyura
Pertanyaan :
Ada kuburan-kuburan para
wali yang setiap tahun pada hari 'Asyura dilakukan acara penyembelihan padanya.
Di sana disembelih lebih dari sekitar 40 ekor kambing dan 10 ekor sapi. Sebagian
kaum muslimin yang rusak akalnya berkumpul pada tempat tersebut untuk membaca
Al Qur'an dengan dalih mendoakan orang-orang yang sudah meninggal, kemudian
mereka memakan sembelihan-sembelihan tersebut. Kami harap anda memberi fatwa
kepada kami tentang masalah ini bersama dalilnya.
Jawaban :
Pertama : Apa yang anda
sebutkan berupa menyembelih di kuburan para wali adalah kesyirikan, pelakunya
dilaknat (dijauhkan dari rahmat Allah-pent), karena perbuatan tersebut adalah
menyembelih untuk selain Allah. Sesungguhnya telah tetap riwayat dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda :
«لعن
الله من ذبح لغير الله»
"Allah
melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah(4)."
Berdasarkan hal ini, tidak boleh memakan kambing dan
sapi yang disembelih di kuburan para wali.
Kedua : Membaca Al
Qur'an untuk orang-orang yang telah meninggal adalah perkara yang diada-adakan.
Sesungguhnya telah tetap riwayat bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
berkata :
«من
أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد»
"Barangsiapa
yang mengada-adakan dalam perkara (agama) kami ini yang tidak berasal darinya,
maka amalan tersebut ditolak(5)."
(Fatawa Al Lajnah Ad
Daimah 1 [1/197])
-------
Catatan kaki :
(1) Dikeluarkan oleh
An Nasa'i dalam Al Kubra (2916), dan Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra (4/291) dari Jundab bin Sufyan
radhiallahu 'anhu. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib (1/592).
(2) Dikeluarkan oleh
Muslim dalam Shahih beliau (1163) dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu.
(3) Takhrij hadits
ini sama dengan di atas.
(4) Dikeluarkan oleh
Muslim dalam Shahih beliau bersama Syarh An Nawawi (13/141 dan 142), Ahmad (1/108,
118, 152, 309, 317), dan An Nasa'I (7/232).
(5) Muttafaqun
'alaih (dikeluarkan oleh Al Bukhari dalam Shahih beliau [2697], dan Muslim dalam
Shahih beliau [1718]).
Komentar
Posting Komentar