Mengenai hukum ziarah kubur bagi wanita, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama salaf dan para penerusnya. Perbedaan ini lahir dari cara memahami dan mengkompromikan dalil-dalil hadits yang ada. Secara garis besar, ada dua pandangan utama dalam masalah ini.
1. Pendapat yang Melarang (Haram atau Makruh Tahrim)
Pandangan ini menyatakan bahwa wanita dilarang keras untuk berziarah kubur. Landasan utamanya adalah hadits yang mengandung ancaman laknat.
Dalil Utama:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَعَنَ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ
Artinya: "Sesungguhnya Rasulullah ﷺ melaknat para wanita yang (sering) berziarah kubur."
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Argumentasi Pendapat Ini:
* Laknat adalah Tanda Keharaman: Kata "laknat" dalam hadits menunjukkan sebuah perbuatan adalah dosa besar, sehingga menjadi dasar pengharaman yang kuat.
* Mencegah Perbuatan Terlarang: Wanita dianggap memiliki perasaan yang lebih rapuh dan emosional, sehingga dikhawatirkan akan melakukan perbuatan terlarang di kuburan, seperti meratap histeris (niyahah) yang dilarang dalam Islam.
* Menutup Pintu Fitnah (Saddudz Dzari'ah): Larangan ini bertujuan untuk mencegah timbulnya fitnah yang lebih besar, seperti wanita bersolek (tabarruj) saat keluar rumah, terjadi campur baur dengan laki-laki non-mahram (ikhtilath), dan potensi gangguan lainnya.
Ulama kontemporer yang sering dirujuk memegang pendapat ini antara lain Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Shalih Al-Fauzan.
2. Pendapat yang Membolehkan (dengan Syarat Ketat)
Ini adalah pandangan mayoritas ulama (jumhur ulama) dari berbagai mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan sebagian Hanbali). Mereka berpendapat hukumnya boleh (mubah), selama aman dari fitnah dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
Dalil-Dalil Utama:
* Hadits Keumuman Izin: Awalnya ziarah kubur dilarang, namun kemudian larangan tersebut dicabut untuk umum (mencakup pria dan wanita).
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ، فَزُورُوهَا
Artinya: "Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) ziarahilah." (HR. Muslim)
* Praktek dan Pengajaran Nabi ﷺ: 'Aisyah radhiyallahu 'anha pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang doa yang harus diucapkan saat ziarah kubur, dan beliau mengajarkannya. Ini menjadi isyarat kebolehan. 'Aisyah juga pernah menziarahi makam saudaranya.
* Interpretasi Hadits Laknat: Ulama jumhur memahami bahwa hadits laknat tersebut tidak berlaku mutlak, melainkan ditujukan kepada:
* Wanita yang terlalu sering berziarah kubur (dari kata zawwarat), hingga melalaikan kewajibannya.
* Wanita yang melakukan ziarah dengan diiringi perbuatan mungkar seperti meratap, bersolek, dan sebagainya.
Syarat-Syarat Kebolehan Ziarah Kubur bagi Wanita
* Niat yang Lurus: Bertujuan untuk mengingat kematian dan mendoakan si mayit, bukan untuk tujuan syirik.
* Menutup Aurat Sempurna: Mengenakan hijab yang syar'i dan tidak bersolek (tabarruj).
* Menghindari Ikhtilath: Tidak terjadi campur baur dengan laki-laki yang bukan mahram.
* Menjaga Adab: Tidak meratap (niyahah), menangis berlebihan, atau mengucapkan kalimat yang menunjukkan penolakan takdir.
* Tidak Melakukan Safar: Tidak melakukan perjalanan jauh yang dikhususkan hanya untuk mengunjungi sebuah makam.
Kesimpulan
Sebagai ringkasan, dua pandangan utama mengenai masalah ini adalah:
* Pandangan Pertama (Melarang): Berpegang pada teks hadits tentang laknat secara harfiah sebagai dalil pengharaman.
* Pandangan Kedua (Membolehkan dengan Syarat): Ini adalah pendapat mayoritas ulama, yang memandang izin ziarah kubur bersifat umum dan hadits laknat berlaku bagi wanita yang melakukannya secara berlebihan atau melanggar syariat saat berziarah.
Bagi wanita yang memilih untuk berziarah kubur dengan mengikuti pendapat mayoritas ulama, maka wajib baginya untuk menjaga adab-adab dan syarat-syarat di atas agar ziarahnya mendatangkan pahala dan bukan dosa.
0 Komentar